Pangeran Sake (Pahlawan Citeureup)
Sebagian besar Masyarakat di Citeureup mencintai serta memuliakan
Pangeran Sake, mungkin dikarenakan jasa-jasa beliau didalam membuka
wilayah Citeureup, ini bisa dilihat dari Makamnya yang selalu ramai
diziarahi, terutama pada malam Selasa dan malam Jum’at. Bahkan bukan
hanya warga Citeureup saja yang datang berziarah, dari kota-kota lainpun
banyak yang datang, seperti Jabotabek, Bandung, Tasikmalaya, Madura,
Karawang hingga Kalimantan.
Setiap malam Selasa dan malam Jum’at para penziarah semenjak sore hari
sudah mulai berdatangan. Mereka ada yang datang berjalan kaki hingga
berkendaraan, biasanya berkelompok. Tak ada yang mengatur, tetapi para
penziarah terlihat tertib memasuki lahan pemakaman. Mereka bergantian
masuk, sebagian lainnya bergerombol di luar area makam atau menunggu di
majlis yang berada tak jauh dari area pemakaman. Lokasinya yang terletak
di Gang Nangka Karang Asem Timur, itu mudah untuk dikunjungi. Bagi para
penziarah yang datang dari luar kota melalui tol Jagorawi masuk menuju
arah prapatan Citeureup, kemudian kearah selatan melewati BTN Griya
Persada kemudian memutar balik kearah Citeureup.
Mbah Sake, begitu masyarakat Citeureup menyebutnya banyak berjasa dalam
penyebaran agama Islam di daerah Citeureup dan sekitarnya, beliau semasa
hidupnya lebih memilih jalan kesufian dibanding menjadi pamong di
istana banten.Masjid Ash-Shoheh diyakini sebagian sesepuh Citeureup
sebagai tempat Eyang Sake menghabiskan waktunya dalam
beribadah.setiapShubuh kerapkali beliau bersama jamaah lainnya berdzikir
hingga waktu Isyraq (terbit fajar). Ada yang menyebut beliau penganut
Thariqat Naqsabandiyah.
Banyak cerita / mitos yang dikaitkan dengan Pangeran Sake, baik cerita
tentang kehidupannya maupun tentang peninggalannya, cerita-cerita
mengalir begitu saja tanpa ada yang tahu darimana sumbernya. Meski
demikian nampaknya tak ada yang mempertentangkannya. Cerita-cerita
tersebut sudah mengalun sejak lama,dari mulut ke mulut dan sebagian
malah tidak memperdulikan kebenarannya. Diantara cerita-cerita tersebut
ada yang sebagian saya paparkan disini, sebagian lagi tidak, karena
dianggap mustahil dan dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Diantara cerita
tersebut adalah :
1. Pangeran Sake memiliki beberapa makam, diantaranya ada di Bogor,
Cibinong, Cileungsi,Citeureup dan mungkin di daerah lainnya.Terdengar
agak aneh memang, seseorang bisa wafat berkali-kali. Namun ada salah
satu sumber yang sangat masuk akal, yakni dari salah seorang sesepuh
citeureup yang berasal dari leuwiliang, beliau mengatakan bahwa pada
zaman dulu, sebagai penyebar agama, Pangeran Sake seringkali menjadi
incaran Belanda, gerak-geriknya seringkali dimata-matai, sehingga ketika
beliau tinggal disatu tempat, belanda pun dapat mengendusnya, maka demi
menghilangkan jejak dibuatlah gundukan tanah yang diklaim sebagai
makamnya, sehingga Belanda pun menghentikan pengejarannya, begitu
seterusnya, pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. masuk akal
kan...?
2. Mbah Sake ada dimakamnya pada malam-malam tertentu saja seperti
misalnya para penziarah yang datang biasanya ramai pada malam selasa dan
malam jum’at. Sebagian meyakini bahwa beliau ada di makam pada malam
selasa, dan sebaliknya sebagian mengatakan bahwa mbah sake ada pada
malam Jum’at.
3. Ada yang mengaku memiliki Photo / lukisan Pangeran Sake, uniknya yang
dapat melihat dengan jelas hanyalah keturunannya saja, selain daripada
keturunannya tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas, bahkan yang
terlihat hanyalah benda-benda biasa seperti batu,kayu,bahkan harimau.
4. Seseorang mengaku memiliki Jubah peninggalan Pangeran Sake semasa
beliau hidup, mirip seperti cerita diatas, yang dapat memakai pakaian
tersebut dalam artian pakaian tersebut akan cukup dikenakan apabila yang
bersangkutan masih keturunannya.
Masih banyak mitos-mitos lainnya, wallahu a’lam mengenai kebenaran
cerita – cerita tersebut, mitos-mitos ini mengalir begitu saja tanpa
tahu dari mana sumbernya, yang jelas kita berkhusnudzon saja kepada
Pangeran Sake yang sudah berjasa membuka hutan rimba bernama Citeureup
hingga para anak cucunya dapat menikmatinya sekarang.
Berbicara Pangeran Sake, tidak dapat dilepaskan asal muasal dari
Pangeran Sake yakni daerah Banten, kemudian berbicara Banten tentu tak
mudah juga dilupakan Pembuka wilayah banten yang tak lain adalah Karuhun
(Nenek Moyang) dari Pangeran Sake Yaitu Maulana Syarif Hidayatullah
atau Sunan Gunung Jati, seorang Hamba Allah yang berjasa besar dalam
rangka tersebarnya agama Islam di Indonesia umumnya serta di Jawa barat
khususnya. Beliau juga merupakan bagian dari Wali Songo. Karena
jasa-jasanya Rakyat Jawa Barat memberinya gelar Syekh Maulana Syarif
Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.
Sunan Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar tahun 1450.
Ayah beliau adalah Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar,
seorang Mubaligh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat
dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh
Maulana Akbar adalah putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra
Abdul Malik putra Alwi putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, ulama besar
di Hadramaut, Yaman yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW
melalui cucu beliau Imam Husain.
Bunda Sunan Gunung Jati adalah Nyai Rara Santang (Syarifah Muda’im)
yaitu putri dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang
Larang, dan merupakan adik dari Kian Santang dan kakak Pangeran
Walangsungsang yang bergelar Cakrabuwana / Cakrabumi atau Mbah Kuwu
Cirebon Girang yang berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, seorang Muballigh
asal Baghdad bernama asli Idhafi Mahdi bin Ahmad.Makam Nyai Rara Santang
bisa kita temui di dalam komplek KLENTENG di Pasar Bogor, di sebelah
Kebun Raya Bogor.
Bagi para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern
ketika itu dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara
maju dan makmur mencapai puncaknya 1650 hingga 1680
Beliau menikahi adik dari Bupati Banten ketika itu bernama Nyai
Kawunganten. Dari pernikahan ini beliau mendapatkan seorang putri yaitu
Ratu Wulung Ayu dan Pangeran Sebakingking atau Maulana Hasanuddin yang
kelak menjadi Sultan Banten yang selanjutnya nanti akan sampai kepada
lahirnya pangeran Sake.
Dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa, Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati tidak bekerja sendirian, beliau sering ikut
bermusyawarah dengan anggota wali lainnya di Masjid Demak. Bahkan
disebutkan beliau juga membantu berdirinya Masjid Demak. Dari
pergaulannya dengan Sultan Demak dan para Wali lainnya ini akhirnya
Syarif Hidayatullah mendirikan Kesultanan Pakungwati dan ia
memproklamirkan diri sebagai Raja yang pertama dengan gelar Sultan.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya
menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean.
Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di
Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung
Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.
Pangeran Sake yang banyak dikenal di daerah citeureup karena perjuangan
beliau di daerah ini berasal dari Banten. Beliau adalah Putra dari
Sultan Ageng Tirtayasa.tentu tidak ada salahnya apabila kita paparkan
sedikit riwayat dari ayahanda Pangeran Sake tersebut.
Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1683) adalah putra Sultan Abdul
Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode
1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya
wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau
Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai
sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah.Nama Sultan Ageng
Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa
(terletak di Kabupaten Serang).
Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai beberapa istri diantaranya Ratu Adi
Kasum sebagai permaisuri yang melahirkan Abdul Kahar (Sultan Abdul Nasr
Abdul Kahar),
Dari Ratu Ayu Gede, Sultan Ageng dikaruniai 3 orang anak, yaitu ;
Pangeran Arya Abdul Alim,
Pangeran Ingayujapura (Ingayudipura) dan
Pangeran Arya Purbaya.
Sedangkan dari istri-istri lainnya mempunyai beberapa anak yaitu;
Pangeran. Sugiri,
Pangeran Sake,
TB. Raja Suta,
TB. Husen,
TB. Kulon, dan lain-lain.
Diantara anak-anaknya hanya dua saja yang menjadi penguasa yakni Sultan
haji dan Pangeran Purbaya, selebihnya memilih meninggalkan banten
diantaranya Pangeran Sogiri dan Pangeran Sake yang memilih wilayah timur
yang terbentang antara Citeureup, Cibinong sampai ke Cibarusah.
Adapun Silsilah dari Pangeran Sake adalah sebagai berikut :
1. Syeh Syarif Hidayatullah Gunung Jati (1450-1569) Berputra :
2. Sultan Maulana Hasanudin / Panembahan Surosowan (1552-1570), Berputra :
3. Sultan Maulana Yusuf (1570-1580), Berputra :
4. Sultan Maulana Muhamad (1580-1596), Berputra :
5. Sultan Abdul Mafahir Mahmud Abdul Kadir Kenari (1596-1651), Berputra :
6. Sultan Abul Maali Ahmad, Berputra :
7. Sultan Abdul Fathi Abdul Fatta / Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1683), Berputra :
8. Syeh Syarifudin Shoheh / Pangeran Sake (1682-1740).
Adapun Putra dari Pangeran Sake :
1. Pangeran Suryadinata
2. Pangeran Kertayudha
3. Pangeran Wiranata
4. Raden Suryapringga
5. Raden Komarudin
6. Raden Syarifudin
7. Raden Sahabudin
8. Raden Muhidin
9. Ratu Jiddah
10. Tubagus Badrudin
11. Tubagus Kamil
12. Ratu Mantria
Mbah Dalem Machsan adalah Menantu dari Pangeran Sake, Makamnya terletak
tidak jauh dari Makam Pangeran Sake. Pangeran Sake Wafat Pada Malam
Jum’at Tanggal 10 Muharram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar