Asal Usul Sunan Muria
Sunan Muria yang memiliki nama asli Raden Umar Said adalah putra Sunan
Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama Muria diambil dari nama tempat tinggal
terakhir beliau di lereng Gunung Muria, kira-kira delapan belas
kilometer ke utara Kota Kudus. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau
menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan
airnya. Itulah cara yang ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di
sekitar Gunung Muria.
Berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah yang
sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.
Tempat tinggal beliau terletak di salah satu puncak Gunung Muria yang
bernama Colo. Di sana Sunan Muria banyak bergaul dengan rakyat jelata
sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang
dan melaut. Beliaulah satu-satunya wali yang tetap mempertahankan
kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan
ajaran Islam. Salah satu hasil dakwah beliau melalui media seni adalah
tembang Sinom dan Kinanti.
Sunan Muria sering berperan sebagai penengah dalam konflik internal di
Kesultanan Demak (1518-1530). Beliau dikenal sebagai pribadi yang mampu
memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru.
Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juwana hingga sekitar Kudus dan
Pati. Peranan serta jasa Sunan Muria semasa hidupnya membuat makam
beliau yang terletak di Gunung Muria sampai hari ini tidak pernah sepi
peziarah.
Colo dan Bukit Muria
Di sebelah Utara kota Kudus dengan jarak 18 km. terdapat desa bernama
Colo. Desa Colo ini terletak di lereng bukit Muria, yakni salah sebuah
bukit dari beberapa puncak di Gunung Muria yang tingginya 1600 meter
lebih. Di atas bukit Muria itulah letaknya makam Sunan Muria, di
belakang Masjid yang konon dibuat sendiri oleh beliau. (Masjid itu
sekarang telah dipugar sehingga hilang keasliannya kecuali hanya
beberapa bagian saja yang masih asli, namun itupun adalah bekas pugaran
juga).
Mengapa bukit atau gunung itu dinamakan Muria?
Menurut hypotesa Solihin Salam dalam bukunya "Kudus Purbakala Dalam
Perjoangan Islam" terbitan Menara Kudus halaman 47 — 50, yang mana
setelah Solihin Salam mengutip dari buku "A Short Cultural History of
Indonesia" karya Soetjipto Wirjosoeparto, berpendapat bahwa nama Muria
itu diidentifikasikan dengan nama sebuah bukit di dekat Yerussalam
Palestina. Di dekat Yerussalam atau Darussalam sana yang terdapat juga
disebut Baitul Maqdis, ada sebuah bukit yang bernama Gunung Moriah, di
mana Nabi Daud dan Nabi Sulaiman dahulu membangun sebuah kanisah.
Perlu diketahui bahwa nama kota Kudus mungkin diambil dari sebuah
inskripsi tentang berdirinya Masjid Menara Kudus, yang dibangun oleh
Sunan Kudus pada tahun 956 H. (1549 M) yang mengatakan bahwa kota ini
bernama Al Quds.
Maka nama Muria mengingatkan kita pada nama sebuah bukit di dekat kota Baitul Maqdis atau Yerussalam atau Darussalam itu.
Desa Colo dijadikan obyek pariwisata oleh Pemerintah Daerah Kudus. Di
sana telah berdiri banyak villa, dengan hawanya yang sejuk, terdapat
sebuah grojogan atau air terjun (curug) bernama MONTHEL. Bila hari
Minggu banyak orang berekreasi, terutama pada hari-hari ramainya ziarah
ke makam Sunan Muria, yakni pada hari-hari Kaniis Legi dan Jum 'at
Pahing.
Kisah Kesaktian Sunan Muria
Sunan muria adalah wali yang terkenal memiliki kesaktian. Ia memiliki
fisik yang kuat karena sering naik turun gunung muria yang tingginya
sekitar 750 meter. Bayangkan, jika ia dan istrinya atau muridnya harus
naik turun gunung setiap hari untuk menyebarkan agama islam kepada
penduduk setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut serta
para pedagang. Hak itu tidak dapat dilakukannya tenpa fisik yang kuat.
Bukti bahwa sunan muria adalah guru yang sakti mandraguna dapat
ditemukan dalam kisah perkawinan sunan murida dengan dewi Roroyono. Dewi
Roroyono adalah putri Ngerang, yaitu seorang ulama yang disegani
masyarakat karena ketinggian ilmunya, yang bertempat tinggal di juana,
pati jawa tengah. Demikian sakti sunan ngerang sehingga sunan muria dan
sunan kudus sampai berguru kepadanya.
Dalam cerita sunan muria, pada suatu hari, sunan ngerang mengadakan
syukuran atas usia dewi roroyono yang telah genang dua puluh tahun.
Semua muridnya diundang, seperti sunan muria, sunan kudus, adipati
pathak warak, kapa dan adiknya gentiri. Tetangga dekat juga diundang,
demikian pula sanak saudara yang dari jauh. Setelah tamu berkumpul, dewi
Roroyono dan adiknya, dewi roro pujiwati, keluar menghidangkan makanan
dan minuman. Keduanya adalah para dara yang cantik rupawan, terutama
dewi roroyono yang bersuaia dua puluh tahun. Ia bagaikan bunga yang
sedang mekar.
Bagi sunan kudus dan sunan muria yang sudah berbekal ilmu agama, dapat
menahan pandangan mata, sehingga mereka tidak terseret oleh godaan
setan. Tapi, seorang murid sunan ngerang yang lain, yaitu Adipati Pathak
warak memandang dewi royoyono dengan mata tidak berkedip karena melihat
kecantikan gadis itu.
Sewaktu menjadi cantrik atau murid sunan ngerang ketika pathak warak
belum menjadi adipati, dewi roroyono masih kecil dan kecantikannya yang
mempesonan belum tampak. Tetapi, sekarang, gadis itu sangat membuat
adipati pathak warak tergila-gila. Sepasang matanya hampir melotot
memandangi gadis itu terus menerus. Akibat dibakar api asmara yang
menggelora, ia tidak tahan lagi. Ia pun menggoda dewi roroyono dengan
berbagai ucapan yang tidak pantas, bahkan bertindak kurang ajar.
Tentu saja, dewi merasa malu sekali, terutama ketika adipati pathak
warak berlaku kurang ajar dengan memegangi bagian tubuhnya yang tidak
pantas disentuh. Si gadis pun naik pitam, sehingga nampan berisi minuman
yang dibawahnya sengaja ditumpahkan ke pakaian sang adipati. Maka
adipati pathak warak menyumpah-nyumpah, hatinya marah sekali
diperlakukan seperti itu. Apalagi ia pun semakin malu karena melihat
para tamu menetawakan kekonyolan.
Dewi Roroyono hampir saja ditampar oleh adipati pathak warak kalau ia
tidak ingat bahwa gadis itu adalah putri gurunya. Lalu, Dewi Rorooyono
masuk ke dalam kamarnya, gadis itu menangis sejadi-jadinya karena
dipermalukan oleh pathak warak. Pada malam hari, para tamu yang rumahnya
dekat sudah pulang ke tempat masing-masing. Adapun tamu yang datang
dari jauh terpaksa menginap di rumah sunan ngerang, termasuk pathak
warak san sunan murid. Namun, pathak warak belum dapat memejamkan
matanya hingga lewat tengah malam. Kemudian, ia bangkit dari tidurnya
dan mengendap-ngedap ke kamar dewi roroyono.
Dewi roroyono dibius sehingga tak sadarkan diri, kemudian pathak warak
turun melewati genteng dan mebawanya lari menuruni jendela. Dewo
Roroyono dibawa lari ke mandalika, wilayah keling atau kediri. Setelah
sunan ngerang mengetahui bahwa putrinya diculik oleh pathak warak, maka
ia berikrar bahwa orang yang berhasil membawa putrinya bila perempuan
akan dijadikan saudara dewi roroyono. Dan jika laki-laki akan dijodohkan
dengan putrinya.
Tak ada seorang pun yang menyatakan kesanggupannya. Sebab, semua orang
telah maklum akan kehebatan dan kekejaman pathak warak. Hanya sunan
muria yang bersedia memenuhi harapan sunan ngerang.
“saya akan berusaha mengambil diajeng Roroyono dari tangan pathak warak,” kata sunan muria
Di tengah perjalanan, sunan muria bertemu dengan kapa dan gentiri, adik
seperguruan, yang lebih dahulu pulang sebelum acara syukuran berakhir.
Keduanya merasa heram melihat sunan muria berlari cepat menuju ke arah
daerah keling.
“Mengapa kakang tampak tergesa-gesa?” tanya kapa
Sunan muria pun menceritakan penculikan dewi roroyono yang dilakukan
oleh pathak warak. Kapa dan gentiri sangat menghormati sunan muria
sebagai saudara seperguruan yang lebih tua. Lantas, keduanya menyatakan
diri untuk membantu Sunan Muria merebut kembali dewi Roroyono.
“Sebaiknya, kakang pulang ke padepokan gunung Muria. Para murid sangat
membutuhkan bimbingan kakang. Biarlah kami yang berusaha merebut diajeng
roroyono kembali. Kalau berhasil, kakang tetap berhak menikahnya, kami
hanya membantu,” kata kapa.
“Aku masih sanggung merebutnya sendiri,” ujar sunan muria
“Itu benar, tapi, membimbing orang memperdalam agama islam juga lebih
penting, percalah, kami pasti sanggup merebutnya kembali” kata kapa
bersikeras.
Akhirnya, sunan muria mengambulkan permintaan adik seperguruannya. Ia
merasa tidak enak menolak seseorang yang hendak berbuat baik. Lagi pula,
ia harus menengok para santrinya di padepokan gunung muria. Untuk
merebut dewi roroyono dari tangan pathak warak, ternyata kapa dan
gentiri meminta bantuan seorang wiku lodhang di pulau sprapat yang
dikenal sebagai tokoh sakti dan tidak ada tandingannya. Usaha mereka
berhasil sehingga dewi roroyono dikembalikan kepada Sunan Ngerang. Hari
berikutnya, sunan muria hendak pergi menghadap sunan ngerang untuk
mengetahui perkembangan usaha kapa dan gentri. Di tengah perjalanan, ia
bertemua dengan adipati Pathak warak.
“hai pahtak warak, berhenti kamu” bentak sunan muria
Patahak warak yang sedang naik kuda terpaksa berhenti karena sunan muris menghadang di depannya.
“Minggi, jangan menghalangi jalanku! Hardik pathak warak
“Boleh asal kamu kebalikan Dewo Roroyono”
“Goblok! Roroyono sudah di bawa kapa dan gentiri! Kini aku hendak mengejar mereka”! umpat pathak warak.
“untuk apa kamu mengejar merek?”
“merebutnya kembali” jawab pathak warak dengan sengit
“Kalau begitu langkahi dulu mayatku, roroyono telah dijodohkan denganku!” ujar sunan muria sambil pasang kuda-kuda.
tanpa basa basi maka pathak warak melompat dari punggung kuda. Ia
menyerang sunan muria dengan jus cakar harimau. Tapi, ia bukan tandingan
putra sunan kalijaga yang memiliki segudang kesaktian. Hanya dalam
beberapa kali gebrakan, pathak warak telah jatuh atau roboh di tanah.
Seluruh kesaktiannya lenyap, bahkan ia menjadi lumpuh dan tidak mampu
untuk berdiri apalagi berjalan.
Sunan muria pun meneruskan perjalanan ke juana. Kedatangannya disambut
gembira oleh sunan ngerang. Sebab, kapa dan gentiri telah bercerita
secara jujur bahwa mereka sendiri yang memaksa mengambil alih tugas
sunan muria mencari roroyono. Pada akhirnya, sunan ngerang menjodohkan
dewi roroyono dengan sunan muria.
Upacara pernikahan pun segera dilaksanakan. Kapa dan Gentiri berjasa
besar diberi hadiah tanah di desa buntar. Dengan hadiah itu keduanya
menjadi orang kaya yang kehidupan mereka serba kecukupan. Sementara itu,
sunan muria segera memboyong istrinya ke padepokan gunung muria. Mereka
hidup bahagia karena merupakan pasangan ideal.
Tidak demikian halnya dengan kapa dan gentiri. Sewaktu membawa dewi
roroyono dari keling ke ngarang, agarknya mereka terlanjut terpesonan
oleh kecantikan wanita jelita itu. Siang dan malam, mereka tidak dapat
tidur. Wajah wanita itu senantiasa terbayang. Namun, wanita itu sudah
diperistri kakak seperguruannya sehingga mereka tidak dapat berbuat
apapun.
Hanya penyesalan yang menghujam di dada mereka. Mengapa dulu mereka
terburu-buru menawarkan jasa baik mereka? Betapa enak sunan muria
sekarang tanpa bersusah payah, ia telah menikmati kebahagiaan bersama
gadis yang mereka dambakan. Inilah hikmah ajaran agama agar lelaki
diharuskan menahan pandangan mata dan menjaga kehormatan mereka. Adai
kata kapa dan gentiri tidak menatap terus ke arah wajah dant ubuh dewi
roroyono yang indah, mereka pasti tidak akan terpesonan dan tidak
terjerat oleh iblis yang memasang perangkat pada pandangan mata.
Kini, kapa dan gentiri telah dirasuki iblis. Mereka bertekad hendak
merebut dewi roroyono dari tangan sunan muria. Mereka telah sepakat
untuk menjadikanya sebagai sitri kedua secara bergiliran. Sungguh keji
rencana mereka. Gentiri beerangkat terlebih dulu ke gunung muria. Namun
ketika ia hendak melaksanakan niatnya, justru kepergok oleh para murid
sunan muria sehingga terjadi pertempuran dahsyat. Suasana menjadi panas
ketika sunan muria keluar menghdapati gentiri. Akhirnya, gentiri tewas
menemui ajalnya di puncak gunung muria.
Kematian gentiri cepat tersebar ke berbagai daerah. Tapi, berita itu
tidak membuat surut niat kapa. Sebab, kapa cukup cerdik sehingga ia
datang ke gunung muria secara diam-diam di malam hari. Tak seorang pun
yang mengetahuinya. Pada saat itu, kebetulan sunan muria dan beberapa
murid pilihannya sedang bepergian ke demak bintoro. Kapa membius para
murid sunan muria yang berilmu rendah yang ditugaskan menjaga dewi
roroyono, kemudian kapa menculik dan membawa wanita impiannya ke pulai
sprapat dengan mudah.
Pada saat yang sama, sunan muria bermaksud mengadakan kunjungan kepada
Wiku Lodhang Datuk di pulau sprapat sepulang dari demak bintoro. Ini
biasa dilakukannya, yakni bersahabat dengan pemeluk agama lain. Dan, itu
bukanlah suatu dosa, terlebih lagi sang wiku pernah menolongnya merebut
dewi roroyono dari pihak pathak warak.
Seperti ajaran sunan kalijaga yang mampu hidup berdampingan dengan
pemeluk agama lain dalam suatu negeri. Sunan muria pun menunjukkan
akhlak islam yang mulia dan agung. Sunan muria bukan berdebat tentang
perbedaan agama itu. Dengan menerapkan akhlak yang mulia itu, banyak
pemeluk agama lain yang akhirnya tertarik dan masuk islam secara suka
rela. Sementara itu, kedatangan kapa ke pulau sprapat ternyata tidak
disambut baik oleh wiku lodhang datuk.
Memalukan, benar benar nista perbuatanmu itu, cepat kembalikan istri
kakanda seperguruanmu! Hardik wiku lodhang datuk dengan marah.
“bagaimana bapa guru ini? Bukankah aku ini adalah muridmu? Mengapa kamu tidak membelaku? Protes kapa.
“Apa? Membela perbuatan durjana?” bentak wiku lodhank datuk
“sampai mati pun, aku takkan sudi membela kebejatan budi pekerti, walaupun pelakunya itu muridku sendiri!” katanya
Perdebatan antara guru dan murid tersebut berlangsung lama. Tanpa mereka
sadari, ternyata sunan muria sudah sampai di tempat itu. Betapa
terkejut ketika sunan muria melihat istrinya sedang tergolek di tangah
dengan kaki dan tangan terikat. Sementara itu, ia juga melihat kapa
sedang bertengkar dengan gurunya yaitu Wiku lodhang datuk. Lalu, wiku
loadhang melangkah menuju dewi roroyono untuk membebaskannya dari
belenggu yang dilakukan oleh kapa.
Ketika sang wiku selesai membuka tali yang mengikat tubuh dewi roroyono,
tiba tiba terdengar jeritan keras dari mulut kapa secara bersamaan.
Ternyata serangan yang dilakukan kapa dengan mengerahkan aji kesaktian
berbalik menghantam dirinya sendiri. Itula ilmu yang dimiliki sunan
muria. Ia mampu mengembalikan serangan lawan. Sebab, kapa mempergunakan
aji pamungkas, yaitu puncak kesaktian yang dimilikinya, maka ilmu itu
akhirnya merengut nyawanya sendiri.
“Maafkan saya Tuan wiki,” sunan muria agak menyesal
“tidak mengapa, ia sudah sepantasnya menerima hukuman ini. Aku sangat
menyesal karena telah memberikan ilmu kepadanya. Ternyata, lmu itu
digunakan untuk jalan kejahatan,” gumam sang wiku.
Dengan langkah gontai, sang wiku mengangkat jenazah muridnya. Kapa
adalah muridnya apaun yang terjadi. Pantaslah, kalau ia menguburkannya
secara layak. Pada akhirnya, dewi roroyono dan sunan muria kembali ke
padepokan dan hidup berbahagia.
Makam Sunan Muria dan Masjidnya.
Sunan Muria dimakamkan di atas puncak bukit bernama bukit Muria. Dari
pintu gerbang masih naik lewat beratus tangga (undhagan) menuju ke
komplek makamnya, yang terletak persis di belakang Masjid Sunan Muria.
Mulai naik dari pintu gerbang pertama paling bawah hingga sampai
pelataran Masjid jaraknya kurang lebih 750 meter jauhnya.
Setelah kita memasuki pintu gerbang makam, tampak di hadapan kita
pelataran makam yang dipenuhi oleh 17 batu nisan. Menurut Juru Kunci
makam, itu adalah makamnya para prajurit dan pada punggawa (orang-orang
terdekat, ajudan dan semacam Patih dalam Keraton).
Di batas utara pelataran ini berdiri bangunan cungkup makam beratapkan
sirap dua tingkat. Di dalamnya terdapat makamnya Sunan Muria. Di
sampingnya sebelah timur, ada nisan yang konon makamnya puterinya
perempuan bernama Raden Ayu Nasiki.
Dan tepat di sebelah barat dinding belakang masjid Muria, sebelah
selatan mihrab terdapat makamnya Panembahan Pengulu Jogodipo, yang
menurut keterangannya J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar